Senin, 14 April 2014

FUNDAMENTALISME AGAMA

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Fundamentalisme
Istilah fundamentalisme sangat erat kaitannya dengan agama. Beberapa pendapat menyatakan Istilah ini bermula dari sebuahh buku berjudul “the  Fundamentals” pada tahun 1915 yang dalam isinya sangat berhubungan dengan agama protertan. Berikut beberapa  pengertian fundamentalisme agama :
1.      Dalam wikepedia fundamentalisme adalah sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham atau agama yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas (fondasi)
2.      Summers (2006) mengartikan arti awal Fundamentalisme sebagai tujuan untuk mengembalikan agama kepada bentuk dan prinsip asal muasalnya. Implikasi ini juga menyentuh wilayah keimanan yang juga dianggap telah menyimpang dari konsep dasarnya sehingga kehilangan hubungan dengan makna yang sesungguhnya suatu ajaran agama

Jumat, 11 April 2014

TEORI FUNGSIONAL STRUKTURAL

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN TEORI FUNGSIONAL STRUCTURAL
Teori yaitu dalil (ilmu pasti), ajaran atau paham (pandangan) tentang sesuatu berdasarkan kekuatan akal (ratio), patokan dasar atau garis-garis dasar sains dan ilmu pengetahuan, pedoman praktek[1]. sering dikatakan bahwa teori adalah sekumpulan konsep, definisi, dan proposisi yang saling kait-mengait yang menghadirkan suatu tinjauan sistematis atau fenomena yang ada dengan menunjukkan hubungan yang khas diantara variabel-variabel dengan maksud memberikan eksilorasi dan prediksi.

Senin, 07 April 2014

PERUMPAMAAN KALIMAT BAIK DAN BURUK


Dalam bayang-bayang kisah ini dengan seluruh episodenya dalam masalah tempat kembali umat yang baik dan golongan yang buruk, Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik dan kalimat yang buruk, untuk menggambarkan sunnah-Nya yang berlaku pada yang baik dan yang buruk dalam kehidupan ini. Sehingga, hal itu sebgai penutup (kata akhir) semacam komentar si penutur cerita atas kisah yang (dipentaskan) setelah di tutupnya layar.

Senin, 10 Maret 2014

POAC

Planning
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).”. (Al Anfaal ayat 60)

Dalam perencanaan ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Yaitu harus SMART yaitu Specific artinya perencanaan harus jelas maksud maupun ruang lingkupnya. Tidak terlalu melebar dan terlalu idealis. Measurable artinya program kerja atau rencana harus dapat diukur tingkat keberhasilannya. Achievable artinya dapat dicapai. Jadi bukan anggan-angan. Realistic artinya sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang ada. Tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Tapi tetap ada tantangan. Time artinya ada batas waktu yang jelas. Mingguan, bulanan, triwulan, semesteran atau tahunan. Sehingga mudah dinilai dan dievaluasi.

Rabu, 05 Februari 2014

INDONESIA NEGARA AGAMIS

 

 

Indonesia Adalah Negara Agamis:

Merumuskan Relasi Agama dan Negara

dalam Perspektif Pancasila·


Oleh
Lukman Hakim Saifuddin
Ketua Fraksi PPP DPR RI





I. Pendahuluan
Relasi agama dan negara sebagaimana dialami Indonesia selalu mengalami pasang surut. Suatu ketika hubungan di antara keduanya berlangsung harmonis sebagaimana terjadi belakangan ini, namun di saat yang lain mengalami ketegangan sebagaimana tercermin dari pemberontakan atas nama agama di tahun 1950-1960. Maklumlah, relasi antar keduanya tidak berdiri sendiri, melainkan juga dipengaruhi persoalan politik, ekonomi, dan budaya.
Dari sisi Islam menurut Katerina Dalacaoura relasi agama (Islam) dan politik (negara) tidak dapat dipisahkan. Dalacaoura menyebutkan dalam bukunya Islam Liberalism & Human Rights bahwa; religion and politics are one.[1] Jika memperhatikan sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW, maka tidak dapat dipungkiri jalinan (relasi agama dan politik/negara) tersebut terjadi.[2] Bahkan Piagam Madinah oleh beberapa ahli dianggap merupakan sebuah konstitusi dikarenakan di dalamnya memuat kontrak di antara kelompok-kelompok masyarakat di Madinah yang berisi pokok-pokok pedoman kenegaraan dan pemerintahan. Piagam Madinah sering disebut sebagai Konstitusi Madinah, seperti dirumuskan oleh salah seorang ahli terkemuka tentang Islam dari Barat, Montgomery Watt yang menyebut Piagam Madinah sebagai The Constitution of Medina.[3]
Hal yang sama sesungguhnya terjadi pada negara-negara Barat. Amerika Serikat yang menyatakan memiliki konsep separation of church and state saja sesungguhnya tidak sepenuhnya dapat mengabaikan keberadaan agama. Dalam konteks Amerika pemisahan agama dan negara tersebut berarti menjauhkan campur tangan negara atas prinsip-prinsip hukum agama tetapi tidak memberikan dinding pemisah (wall) terhadap masuknya prinsip-prinsip agama ke dalam jalannya pemerintahan bernegara.  Bahkan menurut David A.J. Richards dalam Foundations of American Constitutionalis dinyatakan bahwa bapak pendiri bangsa Amerika meyakini peran agama bagi Amerika. Sebagaimana dipaparkan oleh Jhon Adam pada tahun 1765 yang memperlihatkan relasi antara agama dan negara.[4]

Senin, 02 Desember 2013

REVIEW BUKU "DUNIA BARU ISLAM” (Lotrop Stoddard) Bab VI

BAB I
PEMBAHASAN
A.  India Sebelum Penaklukan Islam dan Negara-Negara Eropa
India memiliki kesatuan geografis yang fundamental, tapi tak pernah mengenal kesatuan politik yang riil. Penuh dengan bebagai golongan, menyebabkannya tak mampu menolak serangan-serangan. Penuh dengan beragam ras dan tiap ras ini tidak bercampur-baur, tetap berpisah. Terpisah oleh keturunan, bahasa, kebudayaan, dan juga kepercayaan. Mereka jarang atau bahkan tidak pernah bergaul dengan golongan lain kecuali memang ada kepentingan yang formal.

Selasa, 05 November 2013

TAQDIR, QADHA DAN QADAR


“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (QS Ar Ra’du: 11)



Iman kepada taqdir merupakan sesuatu yang wajib bagi setiap muslim. Sebab, hal ini memiliki sandaran nash-nash Al Qur'an yang pasti (qoth’i) serta dijelaskan oleh Rosulullah SAW dalam sunahnya. Berbeda dengan iman kepada ‘Qadha dan Qadar’, ia bukan lahir dari nash-nash syara’ secara langsung. Istilah Qadha dan Qadar, --sebagai istilah tertentu yang bermakna tertentu pula--, tidak didapatkan dalam Al Qur'an maupun As Sunnah. Jika kita kaji dari buku-buku hadits, kita tidak akan menemukan masalah ini (qodha dan qadar). Kita hanya menemukan pembahasan taqdir (atau al qadar yang bermakna taqdir). Misalnya dalam Shahih Bukhari hadits no. 6594-6620 dan Shahih Muslim no. 2634-2664; yang merupakan bab khusus tentang masalah taqdir. Di dalam Al Qur'an sendiri tidak ada istilah ‘qadha dan qadar’ yang digabungkan. Keduanya hanya ditemukan secara terpisah (lihat indeks Al Qur'an, Muh. Fuad Abdul Baqi, hal. 536-537 tentang al qadar, dan hal 546-547 tentang qadha).

Tidak adanya istilah qadha dan qadar (yang digabungkan, dan memiliki makna tertentu) tersebut, karena memang masalah ini baru muncul pada masa tabi’in (setelah masa shahabat), pada akhir abad pertama Hijriyah (awal abad kedua Hijriyah).