Jumat, 11 April 2014

TEORI FUNGSIONAL STRUKTURAL

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN TEORI FUNGSIONAL STRUCTURAL
Teori yaitu dalil (ilmu pasti), ajaran atau paham (pandangan) tentang sesuatu berdasarkan kekuatan akal (ratio), patokan dasar atau garis-garis dasar sains dan ilmu pengetahuan, pedoman praktek[1]. sering dikatakan bahwa teori adalah sekumpulan konsep, definisi, dan proposisi yang saling kait-mengait yang menghadirkan suatu tinjauan sistematis atau fenomena yang ada dengan menunjukkan hubungan yang khas diantara variabel-variabel dengan maksud memberikan eksilorasi dan prediksi.

Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial.
Teori structural fungsional memiliki asumsi utama yaitu melihat masyarakat sebagai sebuah sistem yang di dalamnya terdapat subsistem. Teori ini mengambil analogi masyarakat sebagai sebuah sistem organik (makhluk hidup). Makhluk hidup merupakan sebuah sistem biologis yang terdiri atas sub-sub sistem; di dalamnya bagian-bagian yang saling membutuhkan dan ketergantungan. Keseluruhan bagian tersebut harus berfungsi dengan baik sesuai tugas dan perannya masing-masing.  Masing-masing tugas dan peran subsistem tersebut tidak dapat saling menggantikan. Apabila terdapat salah satu bagian yang tidak berfungsi dengan baik, maka makhluk hidup tersebut mengalami kondisi abnormal.
Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup

B.     KONSEP DASAR TEORI FUNGSIONAL STRUCTURAL

Konsep penting dalam teori ini adalah struktur dan fungsi, yang menunjuk pada dua atau lebih bagian atau komponen yang berbeda dan terpisah tetapi berhubungan satu sama lain. Struktur sering dianalogikan dengan bagian-bagian anggota badan manusia, sedangkan fungsi menunjuk bagaimana bagian-bagian ini berhubungan dan bergerak. Struktur terdiri atas beberapa bagian yang saling berhubungan dan saling bergantung satu sama lain. Struktur sosial terdiri atas berbagai komponen dalam masyarakat, seperti kelompok-kelompok, keluarga-keluarga, masyarakat setempat/lokal, dan sebagainya

Talcott Parsons adalah seorang tokoh sosiolog kontemporer dari Amerika yang menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang menyangkut fungsi dan prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan  masyarakat yang ada di Amerika juga dipengaruhi oleh pemikiran Auguste Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. August Comte melancarkan konsep-konsep  sosiologinya, untuk menjawab pertanyaan apa sebabnya dan bagaimana masyarakat bertahan. Dia memperkenalkan suatu cara analisa yang dapat disebut sebagai penafsiran organismic tentang masyarakat. Menurut Comte masyarakat merupakan suatu organisme dan harus ditelaah dengan mempergunakan konsep-konsep biologis tentang struktur dan fungsi.[2]
Dalam pandangan Talcott Parsons, masyarakat dan suatu organisme hidup merupakan sistem yang terbuka yang berinteraksi dan saling mempengaruhi dengan lingkungannya. Sistem kehidupan ini dapat dianalisis melalui dua dimensi yaitu interaksi antar bagian-bagian atau elemen-elemen yang membentuk sistem dan interaksi atau pertukaran antar sistem itu dengan lingkungannya.
Masalah tatanan ala Hobbesian yang mencegah terjadinya perang sosial yang melibatkan semua pihak menurut pemikiran Parsons tidak terjawab oleh para filsuf sebelumnya. Parsons menemukan jawaban masalah tatanan ini dalam fungsionalisme struktural, yang dalam pandangannya berkisar dalam serangkaian asumsi berikut:[3]
1.               Sistem memiliki tatanan dan bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
2.               Sistem cenderung menjadi tatanan yang memelihara dirinya atau ekuilibrium.
3.               Sistem bisa jadi statis atau mengalami proses perubahan secara tertata.
4.               Sifat satu bagian sistem berdampak pada kemungkinan bentuk bagian lain.
5.               Sistem memelihara batas-batas dengan lingkungan mereka.
6.               Alokasi dan integrasi adalah dua proses fundamental yang diperlukan bagi kondisi ekuilibrium sistem.
7.               Sistem cenderung memelihara dirinya yang meliputi pemeliharaan batas dan hubungan bagian-bagian dengan keseluruhan, kontrol variasi lingkungan, dan kontrol kecenderungan untuk mengubah sistem dari dalam
Parsons mendefinisikan sistem sosial sebagai berikut. Sistem sosial terdiri dari beragam aktor individual yang berinteraksi satu sama lain dalam situasi yang setidaknya memiliki aspek fisik atau lingkungan, aktor yang cenderung termotivasi ke arah “optimasi kepuasan” dan yang hubungannya dengan situasi mereka, termasuk hubungan satu sama lain, didefinisikan dan diperantarai dalam bentuk sistem simbol yang terstruktur secara kultural dan dimiliki bersama. Definisi ini berusaha mendefinisikan sistem sosial berdasarkan konsep-konsep kunci dalam karya Parsons “aktor, interaksi lingkungan, optimisasi kepuasan, dan kebudayaan”.
Dalam analisis sistem sosialnya, Parsons terutama tertarik kepada komponen-komponen strukturalnya. Selain perhatian terhadap status-peran, Parsons tertarik pada komponen sistem sosial skala-besar seperti kolektivitas, norma, dan nilai. Namun, dalam analisis sistem sosialnya, Parsons tidak hanya seorang stukturalis, namun juga seorang fungsionalis. Ia menguraikan sejumlah prasyarat fungsional bagi sistem sosial[4], yakni:
·         Sistem sosial harus terstrukturkan sedemikian rupa sehingga dapat beroperasi secara baik dengan sistem lain.
·         Agar dapat bertahan hidup, sistem sosial harus didukung sebelumnya oleh sistem lain.
·         Sistem harus secara signifikan memenuhi proporsi kebutuhan aktor-aktornya.
·         Sistem harus menimbulkan partisipasi yang memadai dari anggotanya.
·         Sistem paling tidak harus memiliki kontrol minimum terhadap perilaku yang berpotensi merusak.
·         Jika konflik menjadi sesuatu yang menimbulkan kerusakan signifikan, ia harus dikontrol. Akhirnya sistem sosial memerlukan bahasa agar bertahan hidup.
Parsons mengatakan bahwa, sistem sosial cenderung bergerak ke arah keseimbangan atau stabilitas dimana keteraturan merupakan norma sistem. Bila terjadi kekacauan norma-norma, maka sistem akan mengadakan penyesuaian dan mencoba kembali mencapai keadaan normal. Landasan yang digunakan Parsons untuk mengukuhkan teorinya bertindaknya di dalam kompleksitas sistem sosial adalah “pettern variables”[5], yaitu:
·         Affective versus affective neutrality, dalam suatu hubungan sosial orang bisa bertindak untuk pemuasan afeksi atau kebutuhan emosional atau bertindak tanpa unsur afeksi itu (netral).
·         Self-orientation versus collective-orientation, dalam hubungan yang berorientasi hanya pada dirinya orang mengejar kepentingan pribadi, sedang dalam hubungan berorientasi kolektif, kepentingan tersebut sebelumnya telah didominir oleh kelompok.
·         Universalism versus particularism, dalam hubungan yang universalistis, para pelaku saling berhubunganmenurut kriteria yang dapat diterapkan kepada semua orang, sedang dalam hubungan partikularistik digunakan ukuran-ukuran tertentu.
·         Quality versus performance, variabel quality menunjuk pada status askrib atau keanggotaan dalam kelompok berdasarkan kelahiran. Performance berarti prestasi atau apa yang dicapai oleh seseorang.
·         Specificity versus diffuness, dalam hubungan yang spesifik, orang dengan orang lain berhubungan dalam situasi yang terbatas atau segmented, misalnyahubungan yang berdasarkan jual beli. Sedangkan hubungan keluarga merupakan contoh hubungan diffuse, dimana semua orang (bukan karena status tertentu) terlibat dalam proses interaksi.
Sebagai seorang fungsionalis struktural yang beranggapan bahwa masyarakat itu merupakan sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam bentuk keseimbangan. Menurut Talcott Parsons dinyatakan bahwa yang menjadi persyaratan fungsional dalam sistem di masyarakat dapat dianalisis, baik yang menyangkut struktur maupun tindakan sosial, adalah berupa perwujudan nilai dan penyesuaian dengan lingkungan yang menuntut suatu konsekuensi adanya persyaratan fungsional.
Menurut parsons ada empat fungsi penting yang mutlak dibutuhkan bagi semua system social, meliputi Adaptation (A), Goal Attainment (G), Integration (I), dan Latency (L). empat fungsi tersebut wajib dimiliki oleh semua system agar tetap bertahan (survive), penjelasannya sebagai berikut:
1)      Adaptation, fungsi yang amat penting disini system harus dapat beradaptasi dengan cara menanggulangi situasi eksternal yang gawat, dan sistem harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan juga dapat menyesuaikan lingkungan untuk kebutuhannnya.
2)      Goal attainment, pencapainan tujuan sangat penting, dimana system harus bisa mendifinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
3)      Integration, artinya sebuah system harus mampu mengatur dan menjaga antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya, selain itu mengatur dan mengelola ketiga fungsi (AGL).
4)      Latency, laten berarti system harus mampu berfungsi sebagai pemelihara pola, sebuah system harus memelihara dan memperbaiki motivasi pola-pola individu dan kultural.
Sistem sosial sebagai suatu keseluruhan juga terlibat dalam saling tukar dengan lingkungannya. Lingkungan sistem sosial itu terdiri dari lingkungan fisik, sistem kepribadian, sistem budaya dan organisme perilaku. Sifat dari masalah penyesuaian ditentukan sebagian besar oleh sifat-sifat biologis individu sebagai organisme yang berperilaku dengan persyaratan biologis dasar tertentu yang harus dipenuhi oleh mereka agar tetap hidup.

C.     PRINSIP-PRINSIP TEORI SISTEM
Prinsip-prinsip teori fungsional stuctural bahwa tindakan individu manusia itu diarahkan pada tujuan. Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Selain itu, secara normatif tindakan tersebut diatur berkenaan dengan penentuan alat dan tujuan. Atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang sebagai kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan, situasi, dan norma. Dengan demikian, dalam tindakan tersebut dapat digambarkan yaitu individu sebagai pelaku dengan alat yang ada akan mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, yang juga individu itu dipengaruhi oleh kondisi yang dapat membantu dalam memilih tujuan yang akan dicapai, dengan bimbingan nilai dan ide serta norma. Perlu diketahui bahwa selain hal-hal tersebut di atas, tindakan individu manusia itu juga ditentukan oleh orientasi subjektifnya, yaitu berupa orientasi motivasional dan orientasi nilai.
Diantara prinsip-prinsip dari teori analisis sistem[6] adalah :
·         Kompleksitas (complexyti)
 sistem adalah struktur yang kompleks, dengan banyak jenis unsur yang berbeda yang saling mempengaruhi satu sama lain. Sebagai contoh, sebuah network computer terdiri dari software, layer protocol yang berbeda, berbagai jenis hardware, dan tentu saja, orang yang menggunakannya semuanya saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.
·         Mutualisme ( Mutuality )
 unsur dari sebuah sistem bekerja pada saat yang sama, (secara real time) dan saling bekerja sama (bisa juga tidak) prinsip ini menciptakan banyak pertukaran yang terjadi secara serentak diantara komponen. Sebuah contoh negative dari ini adalah loop feedback positif! Bayangkan sebuah computer yang menciptakan sebuah entri log setiap kali penggunaan CPU mencapai lebih dari 50 persen. Sekarang bayangkan akibat yang akan terjadi jika setiap kali sistem menulis log error, penggunaan CPU langsung mencapai lebih dari 50 persen.
·         Bersifat Saling Melengkapi (Complementary)
 pertukaran antara unsur yang terjadi secara serentak menghasilkan sub sistem yang berinteraksi dalam berbagai proses dan struktur. Hasilnya adalah sebagai model (yang hirarkis) diperlukan untuk menggambarkan sebuah sistem tunggal.
·         Kemampuan Berevolusi( Evolvability)
Sistem Adaftif yang kompleks cenderung berubah dan bertumbuh begitu ada peluang, Sistem tersebut tidak dirancang dan diimplementasikan dalam sebuah cara yang ideal. Ini kedengarannya mirip dengan network computer yang kita bicarakan yang merupakan kombinasi dari berbagai merk, kemampuan, dan kompleksitas yang diimplementasikan secara bertahap sesuai dengan waktu dan sumber daya yang tersedia.
·         Konstruktivitas (Constructivity)
 sistem cenderung berkembang (atau membesar) dan ketika hal itu terjadi, sistem tetap terikat pada (dalam pengertian mewarisi sifat) Konfigurasi  atau model sebelumnya sambil memperoleh feature baru. Siapapun yang telah bekerja dalam sebuah organisasi selama sebuah periode waktu yang lama pasti melihat hal ini terjadi. Sebesar apapun network bertumbuh (kecuali ada sebuah perubahan besar di sebuah bagian) , network itu masih terlihat seperti Punda mental merefleksikan network asalnya yang lama ketika network itu masih kecil. Bahkan dengan kemampuan dan fitur tambahan yang ditambahkan selama digunakannya sistem tersebut.
·         Refleksivitas ( Reflexivity)
bekerjanya umpan balik yang fositif dan negative. Karena umpan balik ini mempengaruhiproses statis maupun yang dinamis, maka sistem secara keseluruhan merefleksikan pola yang ada didalamnya.


















BAB III
KESIMPLAN
            Teori Structural fungsional adalah teori yang menyatakan masyarakat merupakan suatu kerangka yang terdiri dari beberapa elemen atau sub elemen atau sub sistem yang saling berinteraksi dan berpengaruh. Konsep sistem digunakan untuk menganalisis perilaku dan gejala sosial dengan berbagai sistem yang lebih luas maupun dengan sub sistem yang tercakup di dalamnya.
Dalam pandangan Talcott Parsons, masyarakat dan suatu organisme hidup merupakan sistem yang terbuka yang berinteraksi dan saling mempengaruhi dengan lingkungannya. Sistem kehidupan ini dapat dianalisis melalui dua dimensi yaitu interaksi antar bagian-bagian atau elemen-elemen yang membentuk sistem dan interaksi atau pertukaran antar sistem itu dengan lingkungannya. Parsons mengatakan bahwa, sistem sosial cenderung bergerak ke arah keseimbangan atau stabilitas dimana keteraturan merupakan norma sistem.
Menurut parsons ada empat fungsi penting yang mutlak dibutuhkan bagi semua system social, meliputi Adaptation (A), Goal Attainment (G), Integration (I), dan Latency (L). empat fungsi tersebut wajib dimiliki oleh semua system agar tetap bertahan (survive), penjelasannya sebagai berikut:
1)      Adaptation, fungsi yang amat penting disini system harus dapat beradaptasi dengan cara menanggulangi situasi eksternal yang gawat, dan sistem harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan juga dapat menyesuaikan lingkungan untuk kebutuhannnya.
2)      Goal attainment, pencapainan tujuan sangat penting, dimana system harus bisa mendifinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
3)      Integration, artinya sebuah system harus mampu mengatur dan menjaga antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya, selain itu mengatur dan mengelola ketiga fungsi (AGL).
4)      Latency, laten berarti system harus mampu berfungsi sebagai pemelihara pola, sebuah system harus memelihara dan memperbaiki motivasi pola-pola individu dan kultural.

DAFTAR PUSTAKA

Anshori. Juhanda. Memahami Kembali Sosiologi. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1998)
Soekanto Soerjono, Mengenal tujuh tokoh Sosiologi, (Jakarta: Rajawali Pers), 2002
Campbell, Tom. Tujuh Teori Sosial. (Yogyakarta : Kanisius, 1994)
http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/10/11/teori-sibernetika-oleh-talcott-parson/
http://www.gudangmateri.com/2011/01/definisi-sistem-sosial.html
http//ole blog » Blog Archive » TALCOTT PARSONS.htm



[1]  http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/10/11/teori-sibernetika-oleh-talcott-parson/
[2] Soekanto Soerjono, Mengenal tujuh tokoh Sosiologi, (Jakarta : Rajawali Pers), 2002 hlm. 384
[3] http://fisip.uns.ac.id/blog/ole/2010/10/26/talcott-parsons/
[4]  http://fisip.uns.ac.id/blog/ole/2010/10/26/talcott-parsons/
[5]  Loc. Cit. Anshori. Juanda.  Hal. 35
[6]  http://dirul.wordpress.com/2011/04/10/prinsip-prinsip-teori-analisis-sistem/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar