BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
TEORI FUNGSIONAL
STRUCTURAL
Teori yaitu
dalil (ilmu pasti), ajaran atau paham (pandangan) tentang sesuatu berdasarkan
kekuatan akal (ratio), patokan dasar atau garis-garis dasar sains dan ilmu
pengetahuan, pedoman praktek[1].
sering
dikatakan bahwa teori adalah sekumpulan konsep, definisi, dan proposisi yang
saling kait-mengait yang menghadirkan suatu tinjauan sistematis atau fenomena
yang ada dengan menunjukkan hubungan yang khas diantara variabel-variabel
dengan maksud memberikan eksilorasi dan prediksi.
Teori fungsionalisme struktural adalah
suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam
ilmu sosial di abad sekarang. Sama halnya dengan
pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai
keteraturan sosial.
Teori structural fungsional memiliki
asumsi utama yaitu melihat masyarakat sebagai sebuah sistem yang di dalamnya
terdapat subsistem. Teori ini mengambil analogi masyarakat sebagai sebuah sistem
organik (makhluk hidup). Makhluk hidup merupakan sebuah sistem biologis yang terdiri
atas sub-sub sistem; di dalamnya bagian-bagian yang saling membutuhkan dan
ketergantungan. Keseluruhan bagian tersebut harus berfungsi dengan baik sesuai tugas dan perannya masing-masing. Masing-masing tugas
dan peran subsistem tersebut tidak dapat saling menggantikan. Apabila terdapat
salah satu bagian yang tidak berfungsi dengan baik, maka makhluk hidup tersebut
mengalami kondisi abnormal.
Pemikiran structural fungsional
sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat
sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling
ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar
organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup
B. KONSEP DASAR TEORI FUNGSIONAL
STRUCTURAL
Konsep penting dalam teori ini
adalah struktur dan fungsi, yang menunjuk pada dua atau lebih bagian atau komponen yang berbeda dan terpisah tetapi
berhubungan satu sama lain. Struktur sering dianalogikan dengan bagian-bagian
anggota badan manusia, sedangkan fungsi menunjuk bagaimana bagian-bagian ini
berhubungan dan bergerak. Struktur terdiri atas beberapa bagian yang saling
berhubungan dan saling bergantung satu sama lain. Struktur sosial terdiri atas
berbagai komponen dalam masyarakat, seperti kelompok-kelompok, keluarga-keluarga, masyarakat setempat/lokal, dan sebagainya
Talcott
Parsons adalah seorang tokoh sosiolog kontemporer dari Amerika yang menggunakan
pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang menyangkut fungsi dan
prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan masyarakat yang ada di Amerika juga dipengaruhi
oleh pemikiran Auguste Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. August
Comte melancarkan konsep-konsep sosiologinya, untuk menjawab pertanyaan apa
sebabnya dan bagaimana masyarakat bertahan. Dia memperkenalkan suatu cara
analisa yang dapat disebut sebagai penafsiran organismic tentang masyarakat.
Menurut Comte masyarakat merupakan suatu organisme dan harus ditelaah dengan
mempergunakan konsep-konsep biologis tentang struktur dan fungsi.[2]
Dalam pandangan Talcott Parsons, masyarakat
dan suatu organisme hidup merupakan sistem yang terbuka yang berinteraksi dan
saling mempengaruhi dengan lingkungannya. Sistem kehidupan ini dapat dianalisis
melalui dua dimensi yaitu interaksi antar bagian-bagian atau elemen-elemen yang
membentuk sistem dan interaksi atau pertukaran antar sistem itu dengan
lingkungannya.
Masalah
tatanan ala Hobbesian yang mencegah terjadinya perang sosial yang melibatkan
semua pihak menurut pemikiran Parsons tidak terjawab oleh para filsuf
sebelumnya. Parsons menemukan jawaban masalah tatanan ini dalam fungsionalisme
struktural, yang dalam pandangannya berkisar dalam serangkaian asumsi berikut:[3]
1.
Sistem
memiliki tatanan dan bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
2.
Sistem
cenderung menjadi tatanan yang memelihara dirinya atau ekuilibrium.
3.
Sistem
bisa jadi statis atau mengalami proses perubahan secara tertata.
4.
Sifat
satu bagian sistem berdampak pada kemungkinan bentuk bagian lain.
5.
Sistem
memelihara batas-batas dengan lingkungan mereka.
6.
Alokasi
dan integrasi adalah dua proses fundamental yang diperlukan bagi kondisi
ekuilibrium sistem.
7.
Sistem
cenderung memelihara dirinya yang meliputi pemeliharaan batas dan hubungan
bagian-bagian dengan keseluruhan, kontrol variasi lingkungan, dan kontrol
kecenderungan untuk mengubah sistem dari dalam
Parsons
mendefinisikan sistem sosial sebagai berikut. Sistem sosial terdiri dari
beragam aktor individual yang berinteraksi satu sama lain dalam situasi yang
setidaknya memiliki aspek fisik atau lingkungan, aktor yang cenderung termotivasi
ke arah “optimasi kepuasan” dan yang hubungannya dengan situasi mereka,
termasuk hubungan satu sama lain, didefinisikan dan diperantarai dalam bentuk
sistem simbol yang terstruktur secara kultural dan dimiliki bersama. Definisi
ini berusaha mendefinisikan sistem sosial berdasarkan konsep-konsep kunci dalam
karya Parsons “aktor, interaksi lingkungan, optimisasi kepuasan, dan kebudayaan”.
Dalam analisis
sistem sosialnya, Parsons terutama tertarik kepada komponen-komponen
strukturalnya. Selain perhatian terhadap status-peran, Parsons tertarik pada
komponen sistem sosial skala-besar seperti kolektivitas, norma, dan nilai.
Namun, dalam analisis sistem sosialnya, Parsons tidak hanya seorang
stukturalis, namun juga seorang fungsionalis. Ia menguraikan sejumlah prasyarat
fungsional bagi sistem sosial[4],
yakni:
·
Sistem sosial
harus terstrukturkan sedemikian rupa sehingga dapat beroperasi secara baik
dengan sistem lain.
·
Agar dapat
bertahan hidup, sistem sosial harus didukung sebelumnya oleh sistem lain.
·
Sistem harus
secara signifikan memenuhi proporsi kebutuhan aktor-aktornya.
·
Sistem harus
menimbulkan partisipasi yang memadai dari anggotanya.
·
Sistem paling
tidak harus memiliki kontrol minimum terhadap perilaku yang berpotensi merusak.
·
Jika konflik
menjadi sesuatu yang menimbulkan kerusakan signifikan, ia harus dikontrol.
Akhirnya sistem sosial memerlukan bahasa agar bertahan hidup.
Parsons
mengatakan bahwa, sistem sosial cenderung bergerak ke arah keseimbangan atau
stabilitas dimana keteraturan merupakan norma sistem. Bila terjadi kekacauan
norma-norma, maka sistem akan mengadakan penyesuaian dan mencoba kembali
mencapai keadaan normal. Landasan yang digunakan Parsons untuk mengukuhkan
teorinya bertindaknya di dalam kompleksitas sistem sosial adalah “pettern
variables”[5],
yaitu:
·
Affective
versus affective neutrality, dalam suatu hubungan sosial orang bisa bertindak
untuk pemuasan afeksi atau kebutuhan emosional atau bertindak tanpa unsur
afeksi itu (netral).
·
Self-orientation
versus collective-orientation, dalam hubungan yang berorientasi hanya pada
dirinya orang mengejar kepentingan pribadi, sedang dalam hubungan berorientasi
kolektif, kepentingan tersebut sebelumnya telah didominir oleh kelompok.
·
Universalism
versus particularism, dalam hubungan yang universalistis, para pelaku saling
berhubunganmenurut kriteria yang dapat diterapkan kepada semua orang, sedang
dalam hubungan partikularistik digunakan ukuran-ukuran tertentu.
·
Quality versus
performance, variabel quality menunjuk pada status askrib atau keanggotaan
dalam kelompok berdasarkan kelahiran. Performance berarti prestasi atau apa
yang dicapai oleh seseorang.
·
Specificity
versus diffuness, dalam hubungan yang spesifik, orang dengan orang lain
berhubungan dalam situasi yang terbatas atau segmented, misalnyahubungan yang
berdasarkan jual beli. Sedangkan hubungan keluarga merupakan contoh hubungan
diffuse, dimana semua orang (bukan karena status tertentu) terlibat dalam
proses interaksi.
Sebagai
seorang fungsionalis struktural yang beranggapan bahwa masyarakat
itu merupakan sistem
yang secara fungsional terintegrasi ke dalam bentuk
keseimbangan. Menurut Talcott Parsons dinyatakan bahwa yang menjadi persyaratan
fungsional dalam sistem di masyarakat dapat dianalisis, baik yang menyangkut struktur maupun
tindakan sosial, adalah
berupa perwujudan nilai
dan penyesuaian dengan lingkungan yang menuntut suatu konsekuensi adanya
persyaratan fungsional.
Menurut
parsons ada empat fungsi penting yang mutlak dibutuhkan bagi semua system
social, meliputi Adaptation (A),
Goal Attainment (G), Integration
(I), dan Latency (L).
empat fungsi tersebut wajib dimiliki oleh semua system agar tetap bertahan (survive),
penjelasannya sebagai berikut:
1) Adaptation, fungsi yang amat penting disini
system harus dapat beradaptasi dengan cara menanggulangi situasi eksternal yang
gawat, dan sistem harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan juga dapat
menyesuaikan lingkungan untuk kebutuhannnya.
2) Goal attainment, pencapainan
tujuan sangat penting, dimana system harus bisa mendifinisikan dan mencapai
tujuan utamanya.
3) Integration,
artinya sebuah system harus mampu mengatur dan menjaga antar hubungan
bagian-bagian yang menjadi komponennya, selain itu mengatur dan mengelola
ketiga fungsi (AGL).
4)
Latency, laten berarti system harus mampu
berfungsi sebagai pemelihara pola, sebuah system harus memelihara dan
memperbaiki motivasi pola-pola individu dan kultural.
Sistem sosial
sebagai suatu keseluruhan juga terlibat dalam saling tukar dengan
lingkungannya. Lingkungan sistem sosial itu terdiri dari lingkungan fisik,
sistem kepribadian, sistem budaya dan organisme perilaku. Sifat dari masalah penyesuaian ditentukan sebagian besar
oleh sifat-sifat biologis individu sebagai organisme yang berperilaku dengan
persyaratan biologis dasar tertentu yang harus dipenuhi oleh mereka agar tetap
hidup.
C.
PRINSIP-PRINSIP TEORI SISTEM
Prinsip-prinsip teori fungsional stuctural bahwa tindakan individu manusia itu
diarahkan pada tujuan. Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi
yang unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Selain itu, secara normatif
tindakan tersebut diatur berkenaan dengan penentuan alat dan tujuan. Atau
dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang sebagai
kenyataan sosial
yang terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan, situasi, dan norma. Dengan demikian, dalam tindakan tersebut
dapat digambarkan yaitu individu sebagai pelaku dengan alat yang ada akan
mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, yang juga individu itu dipengaruhi
oleh kondisi yang dapat membantu dalam memilih tujuan yang akan dicapai, dengan
bimbingan nilai
dan ide serta norma. Perlu diketahui bahwa selain hal-hal
tersebut di atas, tindakan individu manusia itu juga ditentukan oleh orientasi
subjektifnya, yaitu berupa orientasi motivasional dan
orientasi nilai.
Diantara
prinsip-prinsip dari teori analisis sistem[6]
adalah :
·
Kompleksitas
(complexyti)
sistem adalah struktur yang kompleks, dengan banyak jenis unsur
yang berbeda yang saling mempengaruhi satu sama lain. Sebagai contoh, sebuah
network computer terdiri dari software, layer protocol yang berbeda, berbagai
jenis hardware, dan tentu saja, orang yang menggunakannya semuanya saling
berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.
·
Mutualisme (
Mutuality )
unsur
dari sebuah sistem bekerja pada saat yang sama, (secara real time) dan saling
bekerja sama (bisa juga tidak) prinsip ini menciptakan banyak pertukaran yang
terjadi secara serentak diantara komponen. Sebuah contoh negative dari ini
adalah loop feedback positif! Bayangkan sebuah computer yang menciptakan sebuah
entri log setiap kali penggunaan CPU mencapai lebih dari 50 persen. Sekarang
bayangkan akibat yang akan terjadi jika setiap kali sistem menulis log error,
penggunaan CPU langsung mencapai lebih dari 50 persen.
·
Bersifat Saling
Melengkapi (Complementary)
pertukaran
antara unsur yang terjadi secara serentak menghasilkan sub sistem yang
berinteraksi dalam berbagai proses dan struktur. Hasilnya adalah sebagai model
(yang hirarkis) diperlukan untuk menggambarkan sebuah sistem tunggal.
·
Kemampuan
Berevolusi( Evolvability)
Sistem Adaftif
yang kompleks cenderung berubah dan bertumbuh begitu ada peluang, Sistem
tersebut tidak dirancang dan diimplementasikan dalam sebuah cara yang ideal.
Ini kedengarannya mirip dengan network computer yang kita bicarakan yang merupakan
kombinasi dari berbagai merk, kemampuan, dan kompleksitas yang
diimplementasikan secara bertahap sesuai dengan waktu dan sumber daya yang
tersedia.
·
Konstruktivitas
(Constructivity)
sistem
cenderung berkembang (atau membesar) dan ketika hal itu terjadi, sistem tetap
terikat pada (dalam pengertian mewarisi sifat) Konfigurasi atau model sebelumnya sambil memperoleh
feature baru. Siapapun yang telah bekerja dalam sebuah organisasi selama sebuah
periode waktu yang lama pasti melihat hal ini terjadi. Sebesar apapun network
bertumbuh (kecuali ada sebuah perubahan besar di sebuah bagian) , network itu
masih terlihat seperti Punda mental merefleksikan network asalnya yang lama
ketika network itu masih kecil. Bahkan dengan kemampuan dan fitur tambahan yang
ditambahkan selama digunakannya sistem tersebut.
·
Refleksivitas (
Reflexivity)
bekerjanya umpan balik yang fositif dan negative.
Karena umpan balik ini mempengaruhiproses statis maupun yang dinamis, maka
sistem secara keseluruhan merefleksikan pola yang ada didalamnya.
BAB III
KESIMPLAN
Teori Structural fungsional adalah teori yang menyatakan masyarakat merupakan suatu kerangka yang terdiri dari beberapa
elemen atau sub elemen atau sub sistem yang saling berinteraksi dan
berpengaruh. Konsep sistem digunakan untuk menganalisis perilaku dan gejala
sosial dengan berbagai sistem
yang lebih luas maupun dengan sub sistem
yang tercakup di dalamnya.
Dalam pandangan Talcott Parsons, masyarakat
dan suatu organisme hidup merupakan sistem yang terbuka yang berinteraksi dan
saling mempengaruhi dengan lingkungannya. Sistem kehidupan ini dapat dianalisis
melalui dua dimensi yaitu interaksi antar bagian-bagian atau elemen-elemen yang
membentuk sistem dan interaksi atau pertukaran antar sistem itu dengan
lingkungannya. Parsons
mengatakan bahwa, sistem sosial cenderung bergerak ke arah keseimbangan atau
stabilitas dimana keteraturan merupakan norma sistem.
Menurut
parsons ada empat fungsi penting yang mutlak dibutuhkan bagi semua system
social, meliputi Adaptation (A),
Goal Attainment (G), Integration
(I), dan Latency (L).
empat fungsi tersebut wajib dimiliki oleh semua system agar tetap bertahan (survive),
penjelasannya sebagai berikut:
1) Adaptation, fungsi yang amat penting disini
system harus dapat beradaptasi dengan cara menanggulangi situasi eksternal yang
gawat, dan sistem harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan juga dapat
menyesuaikan lingkungan untuk kebutuhannnya.
2) Goal attainment,
pencapainan tujuan sangat penting, dimana system harus bisa mendifinisikan dan
mencapai tujuan utamanya.
3) Integration,
artinya sebuah system harus mampu mengatur dan menjaga antar hubungan
bagian-bagian yang menjadi komponennya, selain itu mengatur dan mengelola
ketiga fungsi (AGL).
4) Latency, laten
berarti system harus mampu berfungsi sebagai pemelihara pola, sebuah system
harus memelihara dan memperbaiki motivasi pola-pola individu dan kultural.
DAFTAR PUSTAKA
Anshori.
Juhanda. Memahami Kembali Sosiologi. (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1998)
Soekanto
Soerjono, Mengenal tujuh tokoh Sosiologi, (Jakarta: Rajawali Pers), 2002
Campbell,
Tom. Tujuh Teori Sosial. (Yogyakarta : Kanisius, 1994)
http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/10/11/teori-sibernetika-oleh-talcott-parson/
http://www.gudangmateri.com/2011/01/definisi-sistem-sosial.html
http//ole blog » Blog Archive » TALCOTT
PARSONS.htm
[1] http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/10/11/teori-sibernetika-oleh-talcott-parson/
[2] Soekanto Soerjono, Mengenal tujuh tokoh Sosiologi, (Jakarta :
Rajawali Pers), 2002 hlm. 384
[3] http://fisip.uns.ac.id/blog/ole/2010/10/26/talcott-parsons/
[4] http://fisip.uns.ac.id/blog/ole/2010/10/26/talcott-parsons/
[5] Loc. Cit. Anshori.
Juanda. Hal. 35
[6] http://dirul.wordpress.com/2011/04/10/prinsip-prinsip-teori-analisis-sistem/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar