1. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa Latin, yaitu ”movere”
yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada
manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut.
Selain itu motivasi dapat diartikan sebagai keadaan yang memberikan energi,
mendorong kegiatan atau moves dan mengarah atau menyalurkan perilaku
kearah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidak seimbangan. Sedangkan dalam istilah lain motivasi juga dapat
diartikan sebagai dorongan yang memberikan semangat kerja kepada seseorang
(pegawai) untuk berperilaku tertentu dalam usaha mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan.
Di lain pihak motivasi juga dapat didefinisikan sebagai kekuatan psikologi yang
menentukan arah perilaku seseorang dalam berorganisasi, tingkat usaha dan
tingkat seseorang dalam menghadapi hambatan.
Sehingga pada intinya setiap pekerjaan yang
dilakukan oleh seseorang/ kelompok pastilah memerlukan yang namanya motivasi
yang kuat agar bersedia melaksanakan pekerjaan secara bersemangat, bergairah
dan berdedikasi dalam mencapai produktifitas kerja yang tinggi. Sebab sesuai
dengan Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :“Kerjakanlah urusan duniamu
seakan-akan Engkau akan hidup selama-lamanya. Dan laksanakan amalan akhiratmu
seakan-akan Engkau akan mati esok hari”. (HR. Ibnu Asakir).
Maka bila kita mengacu dari
hadits diatas sudah jelas bahwa faktor motivasi sangat diperlukan sekali dalam
hal ini. Dan kenyataan menunjukkan pula bahwa kegiatan yang didorong oleh
sesuatu yang tidak disukai berupa kegiatan yang terpaksa dilakukan, cenderung
berlangsung tidak efektif dan efisien. Hasibuan juga menyatakan bahwa motif
seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut
merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Sehingga motif tersebut
merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk
bertingkah laku, dan berbuat dengan tujuan tertentu.
Beberapa ciri motif individu diantaranya adalah: majemuk, berubah-ubah,
berbeda-beda bagi individu, dan motif yang tidak disadari oleh individu. Dan
untuk melengkapi kajian ini akan diuraikan beberapa teori pendukung yang
terkait dengan motivasi.
2. Teori Motivasi
a. Teori Kebutuhan dari Abraham H. Maslow
Teori ini dikembangkan oleh A.H. Maslow tahun
1943. Tenaga kerja atau karyawan yang bekerja dalam suatu institusi adalah
individu-individu yang diharapkan berperan serta dalam mensukseskan tujuan
institusi. Mereka semua adalah manusia yang mempunyai tujuan tertentu untuk
memuaskan kebutuhannya. Sementara itu kebutuhan manusia ini sangat banyak
sekali ragamnya, dan masing-masing tenaga kerja mempunyai kebutuhan yang
berbeda dan berubah dari waktu ke waktu selama masa hidupnya.
Di sini yang mendasari teory Maslow adalah sebagai
berikut: a). manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan, selalu
menginginkan lebih banyak, keinginan ini terus-menerus dan baru akan berhenti
jika akhir hayatnya tiba. b). Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak
menjadi alat motivasi bagi pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang
menjadi alat motivasi. c). Kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat (hierarchy)
yaitu sebagai berikut:
§ Kebutuhan fisiologis/ fisik (Physiological Needs)
§ Kebutuhan keamanan dan keselamatan (Safety and Security Needs)
§ Kebutuhan rasa memiliki/ sosial (Affiliation or Acceptance Needs)
§ Kebutuhan akan prestise/ penghargaan diri (Esteem or Status needs)
1. Kebutuhan fisiologis/ fisik (Physiological
Needs) yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup, dan kebutuhan ini adalah
kebutuhan manusia yang paling dasar yang muncul paling dulu sebelum
kebutuhan-kebutuhan yang lain. Kebutuhan pokok tersebut di antaranya yaitu:
sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan/ pegawai kebutuhan tersebut biasanya
diterima dalam bentuk gaji atau upah, tunjangan atau juga honorarium. Dalam
usahanya untuk mencapai atau mendapatkan kebutuhan pokok tersebut karyawan juga
didorong adanya hak seorang karyawan yang harus dipenuhi, yaitu dengan adanya
pemberian gaji yang harus diberikan pada waktunya. Sebagaimana yang pernah
dijelaskan dalam hadits Nabi SAW yang artinya :
“Ibnu Umar RA. Menceritakan, bahwa Rasululloh SAW.
bersabda: ”Bayarlah upah/ gaji sebelum keringatnya kering” (HR. Ibnu Majah).
Dengan demikian pada umumnya aktivitas seseorang pada
level ini apabila kebutuhan pokok belum terpenuhi dan kiranya kebutuhan lain
kurang memotivasinya.
2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan (Safety and
Security Needs) adalah kebutuhan akan keamanan dari ancaman, yaitu merasa
aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan.
Kebutuhan ini mengarah pada dua bentuk yaitu: a). Kebutuhan akan keamanan dan
keselamatan jiwa ditempat pekerjaan pada saat mengerjakan pekerjaan di
waktu-waktu kerja. b). Kebutuhan akan keamanan harta ditempat pekerjaan pada
waktu jam-jam kerja.
3.
Kebutuhan rasa memiliki/ sosial (Affiliation or Acceptance Needs),
pada dasarnya manusia selalu ingin selalu hidup berkelompok dan tidak seorang
pun manusia ingin hidup menyendiri di tempat yang terpencil. Karena manusia
adalah makhluk sosial, yang sudah barang tentu ia menginginkan
kebutuhan-kebutuhan sosial yang terdiri dari empat kelompok yaitu:
a.
Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dilingkungan atau oleh
kelompok tempat manusia itu berada (sence of belonging).
b.
Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting
(sence of importance)
c. Kebutuhan akan pencapaian
prestasi atau perasaan maju dan tidak gagal. Karena pada dasarnya setiap orang
senang akan kemajuan dan tidak seorang pun yang menyenangi kegagalan. Kemajuan atau prestasi di segala bidang merupakan
keinginan dan kebutuhan yang menjadi idaman setiap orang (sence of
achievement).
d. Kebutuhan akan perasaan ikut
serta (sence of participation).
4. Kebutuhan akan prestise/ penghargaan
diri (Esteem or Status needs) hal ini berhubungan dengan status.
Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam
suatu perusahaan maka semakin tinggi pula status prestisenya. Prestise dan
status dimanifestasikan dalam banyak hal yang digunakan dalam simbol status,
misalnya: kamar kerja sendiri lengkap dengan perabot ruang kerja, kursi
berlengan, meja besar, memakai dasi untuk membedakan seorang pimpinan dengan
anak buahnya, kendaraan/ mobil dinas dan lain sebagainya.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (Self
Actualization Needs) kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan
kecakapan, kemampuan keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi
kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai oleh orang lain.
Tingkatan kebutuhan manusia tersebut diatas sekaligus
sebagai motivator manusia dalam meningkatkan produktivitasnya.
b.
Teori ERG Alderfer
Teori
ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer seorang ahli dari Yale University. Teori
ini merupakan penyempurnaan dari teori kebutuhan yang dikemukakan oleh A.H.
Maslow. ERG Theory ini oleh para ahli dianggap lebih mendekati keadaan
sebenarnya berdasarkan fakta-fakta empiris. C. Alderfer dalam Hasibuan,
mengemukakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan yang utama, yaitu:
1.
Kebutuhan akan keberadaan (Existence Needs)
2. Kebutuhan akan afiliasi (Relatedness
Needs)
- Existence Needs, berhubungan
dengan kebutuhan dasar termasuk di dalamnya pshsiological needs dan safety
needs dari A.H. Maslow.
- Relatedness
needs, menekankan akan pentingnya hubungan antar individu (interpersonal
relationships) dan bermasyarakat (social relationship)
- Growth
needs, adalah keinginan intrinsik dalam diri seseorang untuk maju atau
meningkatkan kemampuan pribadinya.
c. Teori Motivasi David Mc. Clelland
Nama lengkap dari tokoh ini adalah David C. Mc
Clelland yang mengemukakan bahwa hakekatnya manusia mempunyai kemampuan untuk
berprestasi di atas kemampuan yang lain. Ada tiga jenis kebutuhan yang dapat
memberikan dorongan, yaitu: Kebutuhan akan prestasi (Need for Achievement),
Kebutuhan akan afiliasi (Need for Affilicatin) dan Kebutuhan akan
kekusaan (Need for Power).
Pertama, Kebutuhan akan prestasi
(Need for Achievement), merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat kerja seseorang. Karena itu Need for Achievement ini akan
mendorong seseorang untuk mengembangkan kreatifitas dan mengarahkan semua
kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang
optimal. Karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kesempatan
akan hal itu diberikan. Seseorang akan menyadari bahwa hanya dengan mencapai
prestasi kerja yang tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar. Dengan
pendapatan yang besar akhirnya ia akan dapat memiliki serta memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
Kedua, kebutuhan akan afiliasi (Need
for Affilicatin) ini menjadi daya pengerak yang akan memotivasi semangat
bekerja seseorang. Karena Need for Affilicatin ini yang merangsang
gairah kerja seorang karyawan, sebab setiap orang menginginkan: a). Kebutuhan
akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia hidup dan bekerja (Sense
of Belonging). b). Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap
manusia merasa dirinya penting (Sense of Importance) c). Kebutuhan
akan perasaan maju dan tidak gagal (Sense of Achievement) d).
Kebutuhan akan perasaan ikut serta (Sense of participation). Jadi
seseorang karena kebutuhan afiliasi ini akan memotivasi dan mengembangkan
dirinya serta memanfaatkan semua energinya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
Ketiga, Kebutuhan akan kekuasaan (Need for
Power), kebutuhan ini merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat
kerja seorang karyawan. Karena itu Need for Power ini yang merangsang
dan memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuan demi
mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik dalam organisasi. Ego manusia
yang ingin lebih berkuasa dari manusia lainya sehingga menimbulkan persaingan.
Persaingan ini oleh pimpinan ditumbuhkan secara sehat dalam memotivasi
bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk bekerja dengan sehat.
d. Teori Motivator-Higinis Herzberg
Teori ini diperkenalkan oleh Frederic Herzberg.
Dengan mengambil pendekatan yang berbeda dari Maslow dan Alderfer, Frederic
Herzberg memusatkan dua faktor: 1) pendapatan yang dapat mengarahkan kepada
tingkat motivasi dan kepuasan kerja yang tinggi dan 2) pendapatan yang dapat
mencegah orang menjadi tidak terpenuhi. Menurut teori motivator-higinis
Herzberg, orang memiliki dua susunan kebutuhan, yaitu: kebutuhan motivator dan
kebutuhan higinis. Kebutuhan motivator terkait dengan sifat kerja itu
sendiri dan seberapa menantangnya pekerjaan itu. Pendapatan seperti pekerjaan
yang menarik, kewenangan, tanggungjawab, dan perasaan berprestasi serta
pencapaian membantu untuk memenuhi kebutuhan motivator. Agar dapat memeliki
tenaga kerja yang sangat termotivasi dan terpenuhi, Herzberg menyarankan, para
pimpinan harus mengambil langkah-langkah untuk meyakinkan bahan kebutuhan
motivator pegawai terpenuhi.
Kebutuhan higinis terkait dengan konteks
fisik dan psikologis dimana pekerjaan itu dilaksanakan. Kebutuhan higinis
terpenuhi dengan pendapatan seperti kondisi kerja yang menyenangkan dan nyaman,
upah, keamanan kerja, hubungan yang baik dengan rekan sekerja, dan pengawas
yang efektif. Menurut Herzberg, jika kebutuhan higinis tidak terpenuhi, para
pekerja tidak puas, dan jika kebutuhan higinis terpenuhi, para pekerja tidak
kecewa. Akan tetapi, pemenuhan kebutuhan higinis tidak menghasilkan motivasi
yang tinggi atau bahkan tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Agar motivasi dan
kepuasan kerja menjadi tinggi, maka kebutuhan motivator harus terpenuhi.
e. Teori Pengharapan
Teori pengaharapan adalah teori motivasi yang
dirumuskan oleh Victor H. Vroom di tahun 60-an, yang berasumsi bahwa tingkat
usaha yang tinggi mengarah pada performa tinggi dan performa tinggi mengarah
pada pencapaian hasil yang diinginkan. Teori pengharapan adalah salah satu
teori tentang motivasi kerja yang paling populer karena memusatkan perhatian
pada ketiga bagian persamaan motivasi: input, performa dan pendapatan. Teori
pengharapan mengidentifikasikan tiga faktor utama yang menentukan motivasi
seseorang yaitu: pengharapan, perantara dan valensi.
-
Pengharapan
Pengharapan adalah
persepsi seseorang tentang tingkat dimana usaha (input) menghasilkan tingkat
performa tertentu. Tingkat pengharapan seseorang menentukan apakah dia
mempercayai bahwa tingkat usaha yang tinggi menghasilkan performa yang tinggi
pula. Orang termotivasi untuk mengedepankan banyak usaha dalam pekerjaan mereka
hanya jika mereka berpikiran bahwa usaha mereka akan memberikan performa yang
tinggi, yaitu jika mereka memiliki pengharapan yang tinggi. Atau dengan kata
lain, agar motivasi seseorang dapat menjadi tinggi, maka pengharapan harus
tinggi.
- Perantara
Perantara adalah persepsi
seseorang tentang tingkat dimana performa di tingkat tertentu menghasilkan
pencapaian pendapatan. Berdasarkan teori pengharapan, pegawai termotivasi untuk
melaksanakan pada tingkat yang tinggi hanya jika mereka berpikiran bahwa
performa tinggi akan mengarah pada pendapatan seperti upah, keamanan kerja,
penetapan pekerjaan yang menarik, bonus atau perasaan berprestasi. Dengan kata
lain, perantara harus tinggi agar motivsi menjadi tinggi, orang harus
melaksanakanya karena performa tingginya mereka akan menerima pendapatan.
- Valensi
Meskipun semua anggota
sebuah instansi harus memiliki pengharapan dan perantara yang tinggi, teori
pengharapan mengakui bahwa orang berbeda dalam preferensi mereka terhadap
pendapatan. Bagi banyak orang, upah adalah pendapatan paling penting dalam
bekerja, namun bagi sebagian yang lain, perasaan berprestasi atau menikmati
pekerjaan seseorang lebih penting dari upah. Istilah Valensi merujuk pada
seberapa diinginkannya masing-masing pendapatan yang tersedia dari sebuah
pekerjaan untuk orang lain. Agar dapat memotivasi anggota, pimpinan perlu
menentukan pendapatan mana yang memiliki valensi tinggi bagi mereka.
3. Jenis-jenis Motivasi
Pada dasarnya motivasi yang
diberikan bisa dibagi dua yaitu motivasi positif dan motivasi negatif. Motivasi positif adalah proses untuk
mencoba mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang kita inginkan
dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapat ”hadiah”. Sementara motivasi
negatif adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu
yang kita inginkan, tetapi teknik dasar yang digunakan adalah lewat kekuatan
ketakutan.
Pada umumnya seorang pemimpin
haruslah menggunakan kedua motivasi tersebut, dengan alasan bahwa, pada jenis
yang pertama, seorang pemimpin memberikan kemungkinan untuk mendapat hadiah,
mungkin berwujud tambahan uang, tambahan penghargaan dan lain sebagainya. Pada
jenis kedua, apabila seorang karyawan atau bawahan tidak melakukan sesuatu yang
diiginkan oleh seorang pimpinan, maka pemimpin akan memberitahukan bahwa
karyawan tersebut akan kehilangan sesuatu, bisa kehilangan pengakuan, uang atau
bahkan mungkin jabatan.
4. Tujuan
Motivasi
Tujuan motivasi adalah untuk
membuat semua orang bawahan atau pegawai benar-benar mau atau ingin bekerja
keras untuk mencapai dan menyelesaikan segala apa yang menjadi kehendak dan
rancangan organisasi.
Dengan demikian motivasi kerja
sangatlah penting bagi manusia terutama karyawan, manajer atau pemimpin karena
motivasi yang tinggi akan dapat menunjang pekerjaan yang ditugaskan sehingga
dilakukan dengan penuh bersemangat dan bergairah yang nantinya akan dicapai
hasil yang optimal (prestasi tinggi) yang tentunya akan mendukung tercapainya
tujuan yang diiginkan dengan efisien dan efektif.
Akan tetapi pada prinsipnya
tujuan daripada setiap manusia berbeda, karena manusia mempunyai kebutuhan yang
berbeda-beda pula dan pada saat-saat tertentu menuntut suatu kepuasan. Dimana
hal-hal yang dapat memberikan kepuasan pada suatu kebutuhan adalah menjadi
tujuan dari kebutuhan tersebut. Dan prinsip umum yang berlaku bagi kebutuhan
manusia adalah setelah kebutuhan satu terpenuhi atau terpuaskan, maka setelah
beberapa waktu kemudian akan muncul kembali dan menuntut kepuasan yang lain
lagi, begitu seterusnya.
Hasibuan,
SP, Malayu, Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, Bumi Aksara,
Jakarta, 2001, hlm. 216.
Al-Albani,
Muhammad Nashiruddin, Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’, Gema Insani
Press, Jakarta, 1995, hlm. 40.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar