Era
globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi,
berdampak sangat ketatnya persaingan dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan
usaha. Produk-produk hasil manufaktur di dalam negeri saat ini begitu keluar
dari pabrik langsung berkompetisi dengan produk luar, dunia usaha pun harus
menerima kenyataan bahwa pesatnya perkembangan teknologi telah mengakibatkan
cepat usangnya fasilitas produksi, semakin singkatnya masa edar produk, serta
semakin rendahnya margin keuntungan. Dalam melaksanakan proses pembangunan
industri, keadaan tersebut merupakan kenyataan yang harus dihadapi serta harus
menjadi pertimbangan yang menentukan dalam setiap kebijakan yang akan dikeluarkan,
sekaligus merupakan paradigma baru yang harus dihadapi oleh negara manapun
dalam melaksanakan proses industrialisasi negaranya.
Atas
dasar pemikiran tersebut kebijakan dalam pembangunan industri Indonesia harus
dapat menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia dan mampu mengantisipasi
perkembangan perubahan lingkungan yang cepat. Persaingan internasional
merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara, sehingga fokus strategi
pembangunan industri pada masa depan adalah membangun daya saing sektor industri
yang berkelanjutan di pasar domestik.
Dalam
situasi yang seperti itu, maka untuk mempercepat proses industrialisasi,
menjawab tantangan dari dampak negatif gerakan globalisasi dan liberalisasi
ekonomi dunia, serta mengantisipasi perkembangan di masa yang akan datang,
pembangunan industri nasional memerlukan arahan dan kebijakan yang jelas.
Kebijakan yang mampu menjawab pertanyaan, kemana dan seperti apa bangun
industri Indonesia dalam jangka menengah, maupun jangka panjang.
Untuk
menjawab dan mengantisipasi berbagai masalah, issue, serta tantangan di atas,
Departemen Perindustrian telah menyusun Kebijakan Pembangunan Industri Nasional
yang telah disepakati oleh berbagai pihak terkait, dimana pendekatan
pembangunan industri dilakukan melalui Konsep Klaster dalam konteks membangun
daya saing industri yang berkelanjutan. Sesuai dengan kriteria daya saing yang
ditetapkan untuk kurun waktu jangka menengah (2005-2009) telah dipilih
pengembangan klaster industri inti termasuk pengembangan industri terkait dan
industri penunjang.
Tantangan
yang Dihadapi Sektor Industri
Tantangan
utama yang dihadapi oleh industri nasional saat ini adalah kecenderungan penurunan daya saing industri di
pasar internasional. Penyebabnya antara lain adalah meningkatnya biaya energi,
ekonomi biaya tinggi, penyelundupan serta belum memadainya layanan birokrasi.
Tantangan berikutnya adalah kelemahan struktural sektor industri itu sendiri,
seperti masih lemahnya keterkaitan antar industri, baik antara industri hulu
dan hilir maupun antara industri besar dengan industri kecil menengah, belum
terbangunnya struktur klaster (industrial
cluster) yang saling mendukung, adanya keterbatasan berproduksi
barang setengah jadi dan komponen di dalam negeri, keterbatasan industri
berteknologi tinggi, kesenjangan kemampuan ekonomi antar daerah, serta
ketergantungan ekspor pada beberapa komoditi tertentu.
Sementara
itu, tingkat utilisasi kapasitas produksi industri masih rata-rata di bawah 70
persen, dan ditambah dengan masih tingginya impor bahan baku, maka kemampuan
sektor industri dalam upaya penyerapan tenaga kerja masih terbatas.
Di
sisi lain, industri kecil dan menengah (IKM) yang memiliki potensi tinggi dalam
penyerapan tenaga kerja ternyata masih memiliki berbagai keterbatasan yang
masih belum dapat diatasi dengan tuntas sampai saat ini. Permasalahan utama
yang dihadapi oleh IKM adalah sulitnya mendapatkan akses permodalan,
keterbatasan sumber daya manusia yang siap, kurang dalam kemampuan manajemen
dan bisnis, serta terbatasnya kemampuan akses informasi untuk membaca peluang
pasar serta mensiasati perubahan pasar yang cepat.
Dalam
rangka lebih menyebarkan industri untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,
maka investasi di luar Pulau Jawa masih kurang menarik bagi investor karena
terbatasnya kapasitas infrastruktur ekonomi, terbatasnya sumber daya manusia,
serta kecilnya jumlah penduduk sebagai basis tenaga kerja dan sekaligus sebagai
pasar produk.
Kebijakan
dan Strategi Pengembangan Industri Nasional
Arah kebijakan pembangunan industri nasional mengacu kepada agenda dan prioritas pembangunan nasional Kabinet Indonesia Bersatu, yang dijabarkan dalam kerangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009. Dalam kerangka tersebut, maka visi pembangunan industri nasional dalam jangka panjang adalah membawa Indonesia untuk menjadi “sebuah negara industri tangguh di dunia, dengan visi antara yaitu “Pada tahun 2024 Indonesia menjadi Negara Industri Maju Baru.
Arah kebijakan pembangunan industri nasional mengacu kepada agenda dan prioritas pembangunan nasional Kabinet Indonesia Bersatu, yang dijabarkan dalam kerangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009. Dalam kerangka tersebut, maka visi pembangunan industri nasional dalam jangka panjang adalah membawa Indonesia untuk menjadi “sebuah negara industri tangguh di dunia, dengan visi antara yaitu “Pada tahun 2024 Indonesia menjadi Negara Industri Maju Baru.
Untuk
mewujudkan visi tersebut, sektor industri mengemban misi 2004-2009 sebagai
berikut:
·
Menjadi
wahana pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat;
·
Menjadi
dinamisator pertumbuhan ekonomi nasional;
·
Menjadi
pengganda kegiatan usaha produktif di sektor riil bagi masyarakat;
·
Menjadi
wahana untuk memajukan kemampuan teknologi nasional;
·
Menjadi
wahana penggerak bagi upaya modernisasi kehidupan dan wawasan budaya
masyarakat;
·
Menjadi
salah satu pilar penopang penting bagi pertahanan negara dan penciptaan rasa
aman masyarakat.
Tujuan
pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang
ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri
maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu (1) Meningkatkan
penyerapan tenaga kerja industri; (2) Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan
pasar dalam negeri; (3) Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi
perekonomian; (4) Mendukung perkembangan sektor infrastruktur; (5) Meningkatkan
kemampuan teknologi; (6) Meningkatkan pendalaman struktur industri dan
diversifikasi produk; dan (7) Meningkatkan penyebaran industri.
Bertitik
tolak dari hal-hal tersebut dan untuk menjawab tantangan di atas maka kebijakan
dalam pembangunan industri manufaktur diarahkan untuk menjawab tantangan
globalisasi ekonomi dunia serta mampu mengantisipasi perkembangan perubahan
lingkungan yang sangat cepat. Persaingan internasional merupakan suatu
perspektif baru bagi semua negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga
fokus dari strategi pembangunan industri di masa depan adalah membangun daya saing
industri manufaktur yang berkelanjutan di pasar internasional. Untuk itu,
strategi pembangunan industri manufaktur ke depan dengan memperhatikan
kecenderungan pemikiran terbaru yang berkembang saat ini, adalah melalui
pendekatan klaster dalam rangka membangun daya saing industri yang kolektif.
Industri
manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing
tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage),
seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan
sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan
keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).
Bangun
susun sektor industri yang diharapkan harus mampu menjadi motor penggerak utama
perekonomian nasional dan menjadi tulang punggung ketahanan perekonomian
nasional di masa yang akan datang. Sektor industri prioritas tersebut dipilih
berdasarkan keterkaitan dan kedalaman struktur yang kuat serta memiliki daya
saing yang berkelanjutan serta tangguh di pasar internasional.
Pembangunan
industri tersebut diarahkan pada penguatan daya saing, pendalaman rantai
pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong tumbuhnya pola jejaring (networking) industri dalam
format klaster yang sesuai baik pada kelompok industri prioritas masa depan,
yaitu: industri agro, industri alat angkut, industri telematika, maupun
penguatan basis industri manufaktur, serta industri kecil-menengah tertentu.
Dalam
jangka menengah (2004-2009), fokus pembangunan industri adalah penguatan dan
penumbuhan klaster-klaster industri inti yang berjumlah sepuluh kelompok
industri, yaitu: industri makanan dan minuman, industri pengolahan hasil laut,
industri tekstil dan produk tekstil, industri alas kaki, industri kelapa sawit,
industri barang kayu (termasuk rotan), industri karet dan barang karet,
industri pulp dan kertas, industri mesin listrik dan peralatannya, serta
industri petrokimia. Pengembangan sepuluh klaster industri inti dilakukan secara
komprehensif dan integratif, yang didukung secara simultan dengan pengembangan
industri terkait (related
industries) dan industri penunjang (supporting industries).
Pengembangan
industri agro dalam jangka menengah adalah ditujukan untuk memperkuat rantai
nilai (value chain)
melalui penguatan struktur, diversifikasi, peningkatan nilai tambah,
peningkatan mutu, serta perluasan penguasaan pasar. Sedangkan dalam jangka
panjang, difokuskan pada upaya pembangunan industri agro yang mandiri dan
berdaya saing tinggi.
Pengembangan
industri alat angkut dalam jangka menengah adalah memfokuskan peningkatan
kemampuan industri komponen, dan untuk jangka panjang selanjutnya diarahkan
pada pembangunan kapasitas nasional di bidang teknologi agar memiliki
kemandirian dalam rancang bangun (design)
dan rekayasa (engineering)
komponen, sub-assembly,
maupun barang jadi.
Pengembangan
industri telematika dilakukan dengan membangun sentra-sentra industri
telematika, aliansi strategis, serta peningkatan kemampuan sumber daya manusia.
Diharapkan dalam jangka panjang, industri telematika Indonesia dapat menjadi
basis produksi industri telematika global.
Perkuatan
basis industri manufaktur ditujukan bagi kelompok industri yang telah ada dan
sudah berkembang saat ini, agar ketergantungannya terhadap sumber daya alam dan
sumber daya manusia yang relatif kurang terampil menjadi berkurang, industri pada
kelompok ini harus didorong agar mampu menjadi industri kelas dunia.
Basis
industri manufaktur perlu direstrukturisasi dan dikonsolidasikan segera agar
efisiensi dan daya saingnya di dunia internasional meningkat, selain itu untuk
jangka panjang, perlu didorong terselenggaranya peningkatan kemampuan
penelitian dan pengembangan (R&D), teknologi dan desain di industri, dalam
rangka membangun kemampuan bersaing jangka panjang.
Dengan
memperhatikan permasalahan yang bersifat nasional baik di tingkat pusat maupun
daerah dalam rangka peningkatan daya saing, maka pembangunan industri nasional
yang sinergi dengan pembangunan daerah diarahkan melalui dua pendekatan.
Pertama, pendekatan top-down
yaitu pembangunan industri yang direncanakan (by design) dengan memperhatikan prioritas
yang ditentukan secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah. Kedua,
pendekatan bottom-up
yaitu melalui penetapan kompetensi inti yang merupakan keunggulan daerah
sehingga memiliki daya saing. Dalam pendekatan ini Departemen Perindustrian
akan berpartisipasi secara aktif dalam membangun dan mengembangkan kompetensi
inti daerah tersebut. Hal ini sekaligus merupakan upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di daerah, yang pada gilirannya dapat mengurangi
tingkat kemiskinan dan pengangguran.
Kebijakan
Pengembangan Industri Kecil dan Menengah
Industri Kecil dan Menengah (IKM) mempunyai peran yang strategis dalam perekonomian nasional, terutama dalam penyerapan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat serta menumbuhkan aktivitas perekonomian di daerah. Di samping itu, pengembangan IKM merupakan bagian integral dari upaya pengembangan ekonomi kerakyatan dan pengentasan kemiskinan.
Industri Kecil dan Menengah (IKM) mempunyai peran yang strategis dalam perekonomian nasional, terutama dalam penyerapan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat serta menumbuhkan aktivitas perekonomian di daerah. Di samping itu, pengembangan IKM merupakan bagian integral dari upaya pengembangan ekonomi kerakyatan dan pengentasan kemiskinan.
Sasaran
yang ingin dicapai dalam pengembangan IKM 2005-2009 adalah (1) Meningkatnya
unit usaha mencapai 3,95 juta pada akhir tahun 2009, atau dengan laju
pertumbuhan 4,04 %; (2) Penyerapan tenaga kerja mencapai 10,3 juta orang pada
akhir tahun 2009, atau dengan laju pertumbuhan sebesar 4,94 %; sedangkan (3)
Nilai ekspor yang disumbangkan oleh produk IKM mampu mencapai US$ 8,9 milyar,
atau dengan pertumbuhan sebesar 2,47 %. Dengan demikian, hasil pengembangan IKM
ini diharapkan antara lain meningkatnya produktivitas dan daya saing sehingga
peranan IKM di pasar dalam negeri dan ekspor semakin
besar.  Â
Adapun
tujuan pengembangan IKM adalah (1) Meningkatkan kesempatan berusaha, lapangan
kerja dan pendapatan; (2) Memperkuat struktur industri; (3) Meningkatkan IKM
berbasis hasil karya intelektual (knowledge-based);
(4) Meningkatkan persebaran industri; dan (5) Melestarikan seni budaya kegiatan
produktif yang ekonomis.
Bagi
IKM, peningkatan kemitraan, baik dalam bidang pemasaran, teknologi maupun
permodalan perlu segera dilakukan. Fasilitasi pemerintah masih tetap sangat
diperlukan dan dalam intensitas yang tinggi. Pengembangan IKM perlu dilakukan
secara terintegrasi dan sinergi dengan pengembangan industri berskala menengah
dan besar, karena kebijakan pengembangan sektoral tidak bisa mengkotak-kotakkan
kebijakan menurut skala usaha. Untuk itu strategi pengembangan IKM dilaksanakan
melalui (1) Pemberdayaan IKM yang sudah ada; (2) Pembinaan IKM secara terpadu;
dan (3) Meningkatkan keterkaitan IKM dengan industri besar dan sektor ekonomi
lainnya.
Daftar pustaka
FAHMI idris (Menteri Perindustrian Republik Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar